Rabu, 15 Mei 2013

Sifat Hakiki Manusia dan Dimensi hakikat manusia


Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
1.      Sifat Hakiki Manusia
a.       Pengertian Sifat Hakiki Manusia
Sifat hakiki manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (jadi bukanhanyagradual) membedakan manusia dari hewan.
Jika dilihat dari segi biologis manusia dengan hewan memiliki banyak kemiripan, Socrates menamakan manusia  itu zoon politicon (hewan yang bermasyarakat), Max  Scheller menggambarkan manusia sebagai das kranke tiier (hewan          yangsakit) (Drijarkara,1962:138) yang selalu gelisah dan bermasalah.
Kenyataan ini menimbulkan kesan yang keliru. Mengira bahwa manusia dengan hewan hanya berbeda secara gradual (perbedaan dengan melalui rekayasa dapat dibuat sama keadaannya).
b.      Wujud Sifat Hakiki Manusia
Wujud sifat hakiki manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan paham eksistensialisme:
*      Kemampuan menyadari diri
*      Kemampuan Bereksistensi
*      Pemilikan kata hati
*      Moral
*      Kemampuan bertanggung jawab
*      Rasa Kebebasan (kemerdekaan)
*      Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari ahak
*      Kemampuan menghayati kebahagiaan.

*      Kemampuan Menyadari Diri
Adanya kemampuan menyadari diri yang dimilki manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Dan menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan yang lain (orang lain, lingkungan fisik) Lebih dari itu  manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya, baik yang pribadi maupun non pribadi.
Drijarkara (Drijarkara:138) menyebut kemampuan tersebuut dengan istilah “Meng-aku”, yaitu kemampuan mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada aku. Dan memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangkan sehingga aku dapat berkembang kearah kesempurnaan diri.
*      Kemampuan Bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan objek, lalu melihat objek sebagai  sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
adanya kemampuan eksistensi  inilah pula yang membedakan manusia sebagai makhluk infra human, dimana hewan menajdi onderdil dari lingkungan, sedangkan manusia menjadi manager lingkungannya. 
*      Kata Hati (Conscience Of man)
Kata hati sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah “pengertian yang ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti perbuatan”.
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral (pedoman), kata hati merupakan “petunjuk bagi moral perbuatan”. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam disebut pendidikan kata hati (Gawetan Forming). Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati yang tajam.
*      Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka yang dimaksud moral (yang sering disebut juga etika) adalah perbuatan itu sendiri.
Moral yang singkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan yang baik atau moral yang luhur. 
Etika biasanya dibedakan dari etiket, etiket hanya berhubungan dengan dengan soal sopan santun. Karena moral bertalian erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal ini berarti bertalian erat dengan  nilai-nilai maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai kemanusiaan.
*      Tanggung Jawab
      Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab.
Wujud tanggung jawab:
·         Tanggung jawab kepada diri sendiri (menanggung tuntutan kata hati)
·         Bertanggung jawab kepada masyarakat (menanggung tuntutan norma-norma sosial)
·         Tanggung jawab kepada Tuhan (menanggung tuntutan norma-norma agama)
      Keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia,dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan sehingga sanksi apapun diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan
      Kata hati memberi pedoman, moral melakukan dan tanggungjawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan
*      Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatun ). Tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
Kemerdekaan dalam arti sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan yaitu bebas berbuat sepanjang Tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia.
*      Kewajiban dan hak
hak dan kewajiban merupakan suatu rangkaian yang tidak bisa terlepas. Tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya.
Usaha menumbuh kembangkan rasa wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin.
Disiplin diri menurut selo sumardjan (wawancara TVRI, Desember 1990) meliputi 4 aspek, yaitu:
                                    1. Disiplin Rasional
                                    2.  Disiplin sosial
                                    3. Disiplin afektif
                                    4. Disiplin agama
*      Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
            Kebahagiaan merupakan suatu integrasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dengan yang pahit.
            Kebahagiaan tidak terletak pada keadaan secara factual ataupun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya tetapi terletak pada kesanggupan menghayati dengan keheningan jiwa dan menundukkan hal tersebut dalam ikatan tiga hal yaitu usaha, norna, dan takdir.
            Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi masalah hidup.
            Usaha tersebut harus bertumpu pada norma atau kaidah.Takdir baru boleh disebut sesudah orang melaksanakan usaha sampai batas kemampuan.
            Kebahagiaan dapat diusahakan peningkatannya dengan mengembangkan kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati usaha dalam kaitannya dengan takdir.
2.      Dimensi Hakikat Manusia
Dimensi Hakikat ManusiaPotensi, Keunikan, dan Dinamikanya
4 dimensi yang akan dibahas:
v  Dimensi Keindividualan
v  Dimesi Kesosialan
v  Dimensi Kesusilaan
v  Dimensi Keberagaman
v  Dimensi Kindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang - orang”, sesuatu yang merupakan suatu keuntungan yang tidak dapat dibagi – bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi.
M.J. Langeveld mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Langeveld, 1955: 54).
Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis. Dalam pengembangan individualitas melalui pendidikan tidak dibenarkan jika menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada prinsip “Ing Ngarsa sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri handayani”.
v  Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir, dikaruniai potensi sosialitas (Langeveld, 1955:54). Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsure member dan menerima. Menurut Langeveld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu dipandang sebagai kunci sukses pergaulan.
Imanuel Khant menyatakan manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia. Kiranya tidak usah dipersoalkan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir.
v  Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su  dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan (1978:36-39).
            Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping hak pada peserta didik.
            Pada masyarakat kita, pemahaman terhadap hak (secara objektif rasional) masih perlu ditanamkan tanpa mengabaikan kesadaran dan kesediaan melaksanakan kewajiban.
v  Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religious. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Ph. Kohstamn berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orangtua dalam lingkungan keluarga, karena itu adalah persoalan afektif dan kata hati. Pesan-pesan agama harus tersalur dari hati ke hati. Terpancar dari ketulusan serta kesungguhan hati orangtua dan menembus ke anak. Dalam hal ini, orangtualah yang paling cocok sebagai pendidik karena ada hubungan darah dengan anak. Disini pendidikan agama yang diberikan secara masal kurang sesuai (Thyeb, 1972:14-15).

*Laporan Diskusi Kelompok Kecil
Pengakuan Dimensi Hakikat Manusia dalam Undang-Undang SISDIKNAS
Undang-undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyebutkan, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensidirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sangat erat hubungannya dengan hakikat manusia yang merupakan cerminan dari penciptaan, yang berasal dari tujuan penciptaan manusia, memenuhi kebutuhan, berfikir, kemampuan mengendalikan diri serta kemampuan spiritual dan ketakwaan terhadap tuhan yang Maha Esa, yang di dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia baik itu tentang hakikat manusia, dimensi manusia  (Dimensi Keindividualan, dimensi Kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagaman) maupun daya cipta yang dimiliki manusia itu sendiri.
Tegas sekali disampaikan dalam UU sisdiknas bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan adalah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang ada dalam diriya. Potensi diri peserta didik sungguh perlu dikembangkan agar ia mempunyai kekuatan spiritual keagamaan. Dengan mengembangkan potensi, hal ini penting agar peserta didik bisa mengendalikan diri dengan baik.  Kepribadian yang kuat, dan keterampilan yang dipandang perlu agar peserta bisa menghadapi kehidupan yang lebih baik. Itulah beberapa hal penting yang ingin dicapai dari sebuah proses yang bernama Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, Undang-undang sistem pendidikan nasional ini disahkan oleh DPR dan Presiden pada 11 juni 2003. Undang-undang ini merupakan pengganti dari UU SISDIKNAS Nomor 2 tahun 1989.

1 komentar: