Rabu, 15 Mei 2013

upaya diadakannya inovasi pendidikan


1.                      Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
a.         Latar Belakang
Ada delapan IKIP yang ditugaskan untuk menyelenggarakan Proyek Perintisan Sekolah Pembangunan (PPSP), yaitu: IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Semarang, IKIP Yogyakarta, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Ujung Padang.
Pada mulanya proyek itu dimaksudkan untuk mencoba bentuk sistem persekolahan yang komprehensif dengan nama sekolah Pembangunan. Selain itu, secara umum kerangka sistem pendidikan ini digariskan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0172 tahun 1974.
2.           Kurikulum 1975
a.         Latar Belakang
Kurikulum 1975 disetujui oleh Mendiknas dilaksanakan bertahap mulai tahun pelajaran 1976 dengan catatan bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975.
a.         Tujuan
·         Tujuan umum ialah tujuan pendidikan nasional.
·         Tujuan institusional ialah tujuan untuk setiap lembaga tingkatan pendidikan, seperti tujuan SD, SMP, dan SMA.
·         Tujuan kurikuler ialah tujuan untuk setiap bidang studi seperti tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia, PMP, PSPB, dan IPA.
·         Tujuan instruksional ialah tujuan setiap pokok bahasan (satuan bahasan), sebagai contoh pada bidang studi ketrampilan, murid dapat menjelaskan cara mengolah tanah.  



pengertian inovasi pendidikan


Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inversi (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.


A.                Masalah-masalah yang Menuntut Diadakan Inovasi
Inovasi dilakukan ketika ditenggarai adanya masalah. Masalah-masalah yang menuntut diadakannya inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu:
1.                  Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan bangsa Indonesia. Sistem pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat.
2.                  Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
3.                  Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, sedangkan di lain pihak kesempatan sangat terbatas.
4.                  Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.                  Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.
6.                  Kurang ada relevansi antara program pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun.
7.                  Keterbatasan dana.
Keberhasilan pelaksanaan hasil inovasi pendidikan sangat tergantung pada kondisi sekolah untuk menerima dan mengasimilasi mentalitas inovasi dari pihak yang terkait dalam penyebaran, penerapan dan pelaksanaan hasil inovasi pendidikan. Kegiatan penyebaran hasil inovasi ini disebut dengan istilah diffusion/difusi. Difusi dan inovasi adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Inovasi adalah suatu gagasan atau praktek yang diterima sebagai sesuatu yang baru dengan adopsi bagian-bagian secara potensial. Sedangkan difusi (penyebaran) adalah proses pengembangan praktek dan gagasan melalui sistem sosial. Oleh karena itu, agar hasil inovasi tersebut dapat tersebar secara luas, maka pihak yang terkait dengan kurikulum atau pendidikan dapat memperlancar jalannya proses difusi tersebut jalur komunikasi dapat ditempuh baik secara formal maupun informal. Jalur komunikasi formal dapat dilakukan dengan cara komunikasi antar guru, kepala sekolah, penilik sekolah serta orang lain. Sedangkan secara informal dapat dilakukan melalui artikel-artikel yang berkenaan dengan masalah inovasi yang didifusikan (disebarluaskan).
Mengenai inovasi pendidikan maka ada beberapa aspek yang terkait di dalamnya, yaitu aspek yang berkaitan dengan program hasil inovasi, pelaksanaannya serta strategisnya. Ketiga aspek ini akan mewujudkan implementasi hasil inovasi pada umumnya dan inovasi pendidikan pada khususnya.
Melaksanakan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing cenderung “Top-Down Inovation”.
Inovasi “Top-Down Inovation” sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebagainya. Inovasi “Top-Down Inovation” dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan, bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Inovasi jenis “Top-Down Inovation” pernah diterapkan oleh Depdiknas. Contoh inovasi yang diterapkan oleh Depdiknas selama beberapa dekade terakhir ini, yaitu:
·         Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
·         Guru Pamong
·         Sekolah Persiapan Pembangunan
·         Sekolah Kecil
·         Sistem Pengajaran Modul
·         Sistem Belajar Jarak Jauh
Namun inovasi yang diciptakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing seperti British Council, USAID, dll banyak yang tidak bertahan lama, hilang, bahkan tenggelam begitu saja. Model “Top-Down Inovation” hanya berjalan baik pada waktu berstatus sebagai proyek. Model “Top-Down Inovation” adalah kebalikan dari model inovasi yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat pada umumnya disebut model “Bottom-Up Inovation”.
Inovasi pada dasarnya merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun berupa praktik-praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil olah pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu keadaan tertentu ataupun proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Model-model inovasi dalam berbagai bidang antara lain: usaha pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan, dan relevansi pendidikan. Beberapa contoh inovasi pendidikan di Indonesia antara lain: program belajar jarak jauh, manajemen berbasis sekolah, pengajaran kelas rangkap, pembelajaran konstekstual (contectual learning), pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Pakem).

Sifat Hakiki Manusia dan Dimensi hakikat manusia


Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
1.      Sifat Hakiki Manusia
a.       Pengertian Sifat Hakiki Manusia
Sifat hakiki manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (jadi bukanhanyagradual) membedakan manusia dari hewan.
Jika dilihat dari segi biologis manusia dengan hewan memiliki banyak kemiripan, Socrates menamakan manusia  itu zoon politicon (hewan yang bermasyarakat), Max  Scheller menggambarkan manusia sebagai das kranke tiier (hewan          yangsakit) (Drijarkara,1962:138) yang selalu gelisah dan bermasalah.
Kenyataan ini menimbulkan kesan yang keliru. Mengira bahwa manusia dengan hewan hanya berbeda secara gradual (perbedaan dengan melalui rekayasa dapat dibuat sama keadaannya).
b.      Wujud Sifat Hakiki Manusia
Wujud sifat hakiki manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan paham eksistensialisme:
*      Kemampuan menyadari diri
*      Kemampuan Bereksistensi
*      Pemilikan kata hati
*      Moral
*      Kemampuan bertanggung jawab
*      Rasa Kebebasan (kemerdekaan)
*      Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari ahak
*      Kemampuan menghayati kebahagiaan.

*      Kemampuan Menyadari Diri
Adanya kemampuan menyadari diri yang dimilki manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Dan menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan yang lain (orang lain, lingkungan fisik) Lebih dari itu  manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya, baik yang pribadi maupun non pribadi.
Drijarkara (Drijarkara:138) menyebut kemampuan tersebuut dengan istilah “Meng-aku”, yaitu kemampuan mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada aku. Dan memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangkan sehingga aku dapat berkembang kearah kesempurnaan diri.
*      Kemampuan Bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan objek, lalu melihat objek sebagai  sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
adanya kemampuan eksistensi  inilah pula yang membedakan manusia sebagai makhluk infra human, dimana hewan menajdi onderdil dari lingkungan, sedangkan manusia menjadi manager lingkungannya. 
*      Kata Hati (Conscience Of man)
Kata hati sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah “pengertian yang ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti perbuatan”.
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral (pedoman), kata hati merupakan “petunjuk bagi moral perbuatan”. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam disebut pendidikan kata hati (Gawetan Forming). Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati yang tajam.
*      Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka yang dimaksud moral (yang sering disebut juga etika) adalah perbuatan itu sendiri.
Moral yang singkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan yang baik atau moral yang luhur. 
Etika biasanya dibedakan dari etiket, etiket hanya berhubungan dengan dengan soal sopan santun. Karena moral bertalian erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal ini berarti bertalian erat dengan  nilai-nilai maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai kemanusiaan.
*      Tanggung Jawab
      Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab.
Wujud tanggung jawab:
·         Tanggung jawab kepada diri sendiri (menanggung tuntutan kata hati)
·         Bertanggung jawab kepada masyarakat (menanggung tuntutan norma-norma sosial)
·         Tanggung jawab kepada Tuhan (menanggung tuntutan norma-norma agama)
      Keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia,dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan sehingga sanksi apapun diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan
      Kata hati memberi pedoman, moral melakukan dan tanggungjawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan
*      Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatun ). Tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
Kemerdekaan dalam arti sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan yaitu bebas berbuat sepanjang Tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia.
*      Kewajiban dan hak
hak dan kewajiban merupakan suatu rangkaian yang tidak bisa terlepas. Tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya.
Usaha menumbuh kembangkan rasa wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin.
Disiplin diri menurut selo sumardjan (wawancara TVRI, Desember 1990) meliputi 4 aspek, yaitu:
                                    1. Disiplin Rasional
                                    2.  Disiplin sosial
                                    3. Disiplin afektif
                                    4. Disiplin agama
*      Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
            Kebahagiaan merupakan suatu integrasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dengan yang pahit.
            Kebahagiaan tidak terletak pada keadaan secara factual ataupun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya tetapi terletak pada kesanggupan menghayati dengan keheningan jiwa dan menundukkan hal tersebut dalam ikatan tiga hal yaitu usaha, norna, dan takdir.
            Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi masalah hidup.
            Usaha tersebut harus bertumpu pada norma atau kaidah.Takdir baru boleh disebut sesudah orang melaksanakan usaha sampai batas kemampuan.
            Kebahagiaan dapat diusahakan peningkatannya dengan mengembangkan kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati usaha dalam kaitannya dengan takdir.
2.      Dimensi Hakikat Manusia
Dimensi Hakikat ManusiaPotensi, Keunikan, dan Dinamikanya
4 dimensi yang akan dibahas:
v  Dimensi Keindividualan
v  Dimesi Kesosialan
v  Dimensi Kesusilaan
v  Dimensi Keberagaman
v  Dimensi Kindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang - orang”, sesuatu yang merupakan suatu keuntungan yang tidak dapat dibagi – bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi.
M.J. Langeveld mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Langeveld, 1955: 54).
Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis. Dalam pengembangan individualitas melalui pendidikan tidak dibenarkan jika menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada prinsip “Ing Ngarsa sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri handayani”.
v  Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir, dikaruniai potensi sosialitas (Langeveld, 1955:54). Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsure member dan menerima. Menurut Langeveld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu dipandang sebagai kunci sukses pergaulan.
Imanuel Khant menyatakan manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia. Kiranya tidak usah dipersoalkan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir.
v  Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su  dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan (1978:36-39).
            Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping hak pada peserta didik.
            Pada masyarakat kita, pemahaman terhadap hak (secara objektif rasional) masih perlu ditanamkan tanpa mengabaikan kesadaran dan kesediaan melaksanakan kewajiban.
v  Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religious. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Ph. Kohstamn berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orangtua dalam lingkungan keluarga, karena itu adalah persoalan afektif dan kata hati. Pesan-pesan agama harus tersalur dari hati ke hati. Terpancar dari ketulusan serta kesungguhan hati orangtua dan menembus ke anak. Dalam hal ini, orangtualah yang paling cocok sebagai pendidik karena ada hubungan darah dengan anak. Disini pendidikan agama yang diberikan secara masal kurang sesuai (Thyeb, 1972:14-15).

*Laporan Diskusi Kelompok Kecil
Pengakuan Dimensi Hakikat Manusia dalam Undang-Undang SISDIKNAS
Undang-undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyebutkan, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensidirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sangat erat hubungannya dengan hakikat manusia yang merupakan cerminan dari penciptaan, yang berasal dari tujuan penciptaan manusia, memenuhi kebutuhan, berfikir, kemampuan mengendalikan diri serta kemampuan spiritual dan ketakwaan terhadap tuhan yang Maha Esa, yang di dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia baik itu tentang hakikat manusia, dimensi manusia  (Dimensi Keindividualan, dimensi Kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagaman) maupun daya cipta yang dimiliki manusia itu sendiri.
Tegas sekali disampaikan dalam UU sisdiknas bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan adalah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang ada dalam diriya. Potensi diri peserta didik sungguh perlu dikembangkan agar ia mempunyai kekuatan spiritual keagamaan. Dengan mengembangkan potensi, hal ini penting agar peserta didik bisa mengendalikan diri dengan baik.  Kepribadian yang kuat, dan keterampilan yang dipandang perlu agar peserta bisa menghadapi kehidupan yang lebih baik. Itulah beberapa hal penting yang ingin dicapai dari sebuah proses yang bernama Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, Undang-undang sistem pendidikan nasional ini disahkan oleh DPR dan Presiden pada 11 juni 2003. Undang-undang ini merupakan pengganti dari UU SISDIKNAS Nomor 2 tahun 1989.